Senin, 11 April 2016

Puisi : Langit Mekkah Terlukis Darah





“Selamat pagi, Dunia”

dunia dalam duka



kau lihat,

ribuan kepala tertunduk terdiam

diantara denting dentum meriam

merobek telinga, mata terpejam

menjamah setumpuk kisah hitam

nurani tak bersemayam

hanyut tenggelam

tenggelam



kau tatap,

tiada lagi senyum indah

menyapa cakrawala

yang terlukis hanya darah

di ufuk senja

kau tatap,

desir angin kebencian

mengusap tubuh merenta

desah nafas kemanusiaan

terhempas debu-debu nista

meluapkan derita

melenyapkan cinta



“harusnya kau malu pada semut yang tak berakal!”



Aku termangu menahan detak-detak jantung

Di batas nadiku, pembunuhan meregang nyawa

Aku termangu menahan retak-retak tulang

Di batas tubuhku, penganiayaan merenggut cinta

Aku termangu menahan luka-luka terpahat

Di batas telapakku, peperangan membakar dunia



“harusnya kau malu pada lebah yang tak bermoral!”



“Selamat siang, Dunia”

dunia banjir airmata



Sepertiga

derai-derai tangis malaikat, terlihat

aku terkapar di tebing laut merah

menyaksikan remuknya sayap-sayap patah

terpaku di ujung peperangan

terhanyut pecah, saat semut dan lebah

bakar-membakar

dunia ini menangis

damai terhempas deru angin

apakah kau mau dunia ini

dalam duka selamanya?



Sepertujuh,

derai-derai tangis malaikat, terlihat

aku terdampar di tanah Gaza

mencium daun-daun penbantaian di ujung senja

kemanusiaan jatuh terinjak diantara sayup-sayup

suara bocah dipahat tentara

dunia ini menangis

damai terhempas deru angin

apakah kau mau dunia ini

dalam duka selamanya?



Sepersembilan,

derai-derai tangis malaikat, terlihat

aku terbakar diantara Amman dan Yerusalem

darah mengguyur tubuh

tulang merapuh

luluh tertikam senjata musuh

meneguk mesiu, menelan peluru

diiringi nyanyian burung

ababil yang gaduh

damai terhempas deru angin

apakah kau mau dunia ini

dalam duka selamanya?



Wahai langit,

Diujung Subuh aku mencium wangi

darah syuhada

Diujung takbir aku menunggu seribu

Sayap kupu-kupu

Mengepakan perdamaian



Aku terbata,

mencari nurani pada jejak cinta

Aku terpana,

menyusuri mimpi pada tetes airmata

Aku terharu,

mengeja tirani pada mesiu berona lindap

Aku terpaku,

membaca imaji pada peluru bersayap gelap



“Selamat malam, Dunia”

Langit Mekkah terlukis darah